MAKALAH REAGENSIA
IODOMETRI
OLEH
MIFTAHUL FARID
NIM 7134113307
POLTEKKES KEMENKES BANJARMASIN
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
2013/2014
KATA PENGANTAR
Puji
syukur saya panjatkan bagi Allah SWT yang dengan rahmat dan karunianya sehingga
saya dapat menyelesaikan penyusunan tugas kali ini dalam bentuk maupun isinya
sangat sederhana yang berjudul “reagensia iodometri”.
tugas ini berisikan informasi yang
membahas tentang analisa titrimetri.
Diharapkan tugas
ini dapat memberikan informasi dan pengetahuan kepada kita semua tentang
analisa titrimetri. Berbagai kekurangan
niscaya masih terdapat pada isi tugas ini. Oleh karena itu, penyusun sangat
mengharapkan masukan untuk perbaikan isi tugas ini di masa yang akan datang.
Banjarbaru, November
2013
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN............................................................................................................ 1
1.1. PENGERTIAN................................................................................................... 1
1.2. LATAR BELAKANG.......................................................................................... 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................... 2
2.1. DASAR TEORI................................................................................................. 2
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN...................................................................................... 5
3.1. ALAT DAN BAHAN................................................................................................. 5
3.2. PROSEDUR KERJA.............................................................................................. 5
3.3. DATA HASIL PENGAMATAN ............................................................................... 7
BAB IV
PEMBAHASAN ............................................................................................................. 11
BAB V
PENUTUP ..................................................................................................................... 15
5.1. KESIMPULAN......................................................................................................... 15
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
PENGERTIAN
Iodometri adalah analisa titrimetrik yang secara tidak
langsung untuk zat yang bersifat oksidator seperti besi III, tembaga II,Kalium
Permanganat dimana zat ini akan mengoksidasi iodida yang ditambahkan membentuk
iodin. Iodin yang terbentuk akan ditentukn dengan menggunakan larutan baku
tiosulfat .Pada titrasi iodometri, analit yang dipakai adalah oksidator yang
dapat bereaksi dengan I- (iodide) untuk menghasilkan I2, I2 yang terbentuk
secara kuantitatif dapat dititrasi dengan larutan tiosulfat. Dari pengertian
diatas maka titrasi iodometri adalah dapat dikategorikan sebagai titrasi
kembali.
1.2
LATAR
BELAKANG
Istilah oksidasi mengacu
pada setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikan bilangan oksidasi,
sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan bilangan oksidasi.Berarti
proses oksidasi disertai hilangnya elektron sedangkan reduksi memperoleh elektron. Oksidator adalah
senyawa di mana atom yang terkandung mengalami penurunan bilangan
oksidasi.Sebaliknya pada reduktor, atom yang terkandung mengalami kenaikan
bilangan oksidasi. Oksidasi-reduksi harus selalu berlangsung bersama dan saling
menkompensasi satu sama lain. Istilah oksidator reduktor mengacu kepada suatu
senyawa, tidak kepada atomnya saja (Khopkar, 2003).
Oksidator lebih jarang
ditentukan dibandingkan reduktor.Namin demikian, oksidator dapat ditentukan
dengan reduktor. Reduktor yang lazim dipakai untuk penentuan oksidator adalah
kalium iodida, ion titanium(III), ion besi(II), dan ion vanadium(II). Cara
titrasi redoks yang menggunakan larutan iodium sebagai pentiter disebut
iodimetri, sedangkan yang menggunakan larutan iodida sebagai pentiter disebut
iodometri (Rivai, 1995).
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
DASAR
TEORI
Oksidator lebih jarang
ditentukan dibandingkan reduktor.Namin demikian, oksidator dapat ditentukan
dengan reduktor. Reduktor yang lazim dipakai untuk penentuan oksidator adalah
kalium iodida, ion titanium(III), ion besi(II), dan ion vanadium(II). Cara
titrasi redoks yang menggunakan larutan iodium sebagai pentiter disebut
iodimetri, sedangkan yang menggunakan larutan iodida sebagai pentiter disebut
iodometri (Rivai, 1995).
Dalam proses analitik,
iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri) dan ion iodida digunakan
sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Relatif beberapa zat merupakan pereaksi
reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung dengan iodium.Maka
jumlah penentuan iodimetrik adalah sedikit. Akan tetapi banyak pereaksi
oksidasi cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion iodida, dan ada banyak
penggunaan proses iodometrik. Suatu kelebihan ion iodida ditambahkan kepada
pereaksi oksidasi yang ditentukan, dengan pembebasan iodium, yang kemudian
dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat.Reaksi antara iodium dan tiosulfat
berlangsung secara sempurna (Underwood, 1986).
Iodium hanya sedikit larut
dalam air (0,00134 mol per liter pada 250C), tetapi agak larut dalam
larutan yang mengandung ion iodida.
Larutan iodium standar dapat dibuat dengan menimbang langsung iodium
murni dan pengenceran dalam botol volumetrik.Iodium, dimurnikan dengan
sublimasi dan ditambahkan pada suatu larutan KI pekat, yang ditimbang dengan
teliti sebelum dan sesudah penembahan iodium.Akan tetapi biasanya larutan
distandarisasikan terhadap suatu standar primer, As2O3
yang paling biasa digunakan.(Underwood, 1986).
Larutan standar yang
dipergunakan dalam kebanyakan proses iodometrik adalah natrium tiosulfat. Garam
ini biasanya tersedia sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O.Larutan
tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus
distandarisasi terhadap standar primer.Larutan natrium tiosulfat tidak stabil
untuk waktu yang lama.Sejumlah zat padat digunakan sebagai standar primer untuk
larutan natrium tiosulfat.Iodium murni merupakan standar yang paling nyata,
tetapi jarang digunakan karena kesukaran dalam penanganan dan penimbangan.
Lebih sering digunakan pereaksi yang kuat yang membebaskan iodium dari iodida,
suatu proses iodometrik (Underwood, 1986).
Metode titrasi iodometri
langsung (kadang-kadang dinamakan iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan
suatu larutan iod standar.Metode titrasi iodometri tak langsung (kadang-kadang
dinamakan iodometri), adlaah berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan
dalam reaksi kimia. Potensial reduksi normal dari sistem reversibel:
I2(solid)
2e 2I-
adalah 0,5345 volt.
Persamaan di atas mengacu kepada suatu larutan air yang jenuh dengan adanya iod
padat; reaksi sel setengah ini akan terjadi, misalnya, menjelang akhir titrasi
iodida dengan suatu zat pengoksid seperti kalium permanganat, ketika
konsentrasi ion iodida menjadi relatif rendah. Dekat permulaan, atau dalam
kebanyakan titrasi iodometri, bila ion iodida terdapat dengan berlebih,
terbentuklah ion tri-iodida:
I2(aq) + I- I3-
Karena iod mudah larut dalam larutan
iodida. Reaksi sel setengah itu lebih baik ditulis sebagai:
I3- + 2e 3I-
Dan potensial reduksi
standarnya adalah 0,5355 volt. Maka, iod atau ion tri-iodida merupakan zat pengoksid yang
jauh lebih lemah ketimbang kalium permanganat, kalium dikromat, dan serium(IV)
sulfat (Bassett, J. dkk., 1994).
Dalam kebanyakan titrasi
langsung dengan iod (iodimetri), digunakan suatu larutan iod dalam kalium
iodida, dan karena itu spesi reaktifnya adalh ion tri-iodida, I3-. Untuk
tepatnya, semua persamaan yang melibatkan reaksi-reaksi iod seharusnya ditulis
dengan I3- dan bukan dengan I2, misalnya:
I3- + 2S2O32-
= 3I- + S4O62-
akan lebih akurat daripada:
I2 + 2S2O32- = 2I- + S4O62-
(Bassett, J. dkk., 1994).
Warna larutan 0,1 N iodium
adalah cukup kuat sehingga iodium dapat bekerja sebagai indikatornya sendiri.
Iodium juga memberi warna ungu atau merah lembayung yang kuat kepada
pelarut-pelarut sebagai karbon tetraklorida atau kloroform dan kadang-kadang
hal ini digunakan untuk mengetahui titik akhir titrasi.Akan tetapi lebih umum
digunakan suatu larutan (dispersi koloidal) kanji, karena warna biru tua dari
kompleks kanji-iodium dipakai untuk suatu uji sangat peka terhadap
iodium.Kepekaan lebih besar dalam larutan yang sedikit asam daripada larutan
netral dan lebih besar dengan adanya ion iodida (Underwood, 1986).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1
ALAT DAN BAHAN
A. Alat
Alat-alat
yang digunakan dalam percobaan adalah neraca analitik, pipet volum, labu ukur
100 mL, erlenmeyer 250 mL, buret, dan beaker gelas, pipet tetes, dan botol
semprot.
B. Bahan
Bahan-bahan
yang digunakan dalam percobaan ini adalah KIO3, H2SO4
2 N, larutan KI 10%, larutan Na2S2O3,
larutan amilum 1%, garam (pembuatan larutan sampel), larutan KCNS atau NH4CNS
10% dan akuades.
3.2 PROSEDUR KERJA
A. Pembakuan larutan Na2S2O3
dengan larutan baku KIO3
-Dengan teliti ditimbang
0,35 gram KIO3 dilarutkan dalam akuades kemudian memasukan secara
kuantitatif ke dalam labu ukur 100 ml
-Sampai batas diencerkan,
dipipet 25 ml larutan baku KIO3 dan dimasukan dalam Erlenmeyer
-2 ml H2SO4
2 N dan 10 ml KI 10 %, ditambahkan kemudian dikocok. Larutan ini dititrasi
dengan larutan baku Na2S2O3 sampai larutan
berwarna kuning muda.
-Dengan akuades 25 ml
diencerkan dan ditambahkan dengan 4 ml larutan amilum 10 %, titrasi dilanjutkan
sampai warna biru hilang.
B. Penentuan Kadar Cu dengan Larutan
Baku Na2S2O3
-Dengan teliti ditimbang ±
1,0 gram garam CuSO4, dilarutkan dalam akuades, dimasukkan secara
kuantitatif ke dalam labu ukur 100 mL,
-Sampai tanda batas
diencerkan, dan mengocok secara sempurna.
Diambil 5 mL larutan ke dalam labu ukur 100 mL, mengencerkan dengan
akuades sampai tanda batas, dan dikocok sempurna.
-10 mL larutan sampel
dipipet, dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL, menambahkan 2 mL KI 10%,
kemudian dikocok.
-I2 yang
dihasilkan dititrasi dengan larutan baku thio sampai larutan berwarna kuning
muda, kemudian menambahkan 2 mL larutan amilum 1% dan dilanjutkan titrasi
sampai warna biru hampir hilang.
-2 mL larutan KCNS 10%,
ditambahkan warna biru akan timbul lagi, cepat-cepat dilanjutkan titrasi sampai
warna biru tepat hilang. Dilakukan duplo.
3.3
DATA HASIL PENGAMATAN
A. Hasil dan Perhitungan
1. Hasil No Langkah
percobaan Hasil pengamatan
No Langkah percobaan
|
Hasil
pengamatan
|
1 -Pembakuan larutan Na2S2O3
dengan KIO3
-Menimbang 0,35 gr KIO3 + akuades
dalam 100 ml labu
ukur, Mengencerkan
- 25 ml KIO3 + 3 ml H2SO4
2N+ KI 10%,
mentitrasi dengan Na2S2O3 sampai
warna kuning muda
+ 2 tetes amilum 1% menitrasi sampai
warna biru tepat hilang
|
Larutan kuning
V titrasi 1 = 0,3 ml
V titrasi 2 = 0,1 ml
V total = 0,4 ml
|
2. Penentuan Kadar Cu dengan Na2S2O3
a.
– Menimbang 1 gr garam
- Melarutkan dalam akuades dan mengencerkan
- 10 ml larutan sampel + 2 ml KI 10%
dan mengocok
- Menitrasi sampai warna kuning muda
- + 2 ml amilum 1% dan titrasi
- + 2 tetes KCNS 10%
b. – Menimbang 1 gr garam
- Melarutkan dalam akuades dan mengencerkan
- 10 ml larutan sampel + 2 ml KI 10%
dan mengocok
- Menitrasi sampai warna kuning muda
- + 2 ml amilum 1% dan titrasi
- + 2 tetes KCNS 10%
|
kuning tua menjadi kuning muda
V = 0-3,6 ml
V = 3,6 – 7,7 ml
V = 7,7 – 8,2 ml
Tidak timbul warna biru
lagi
V = 0-3,2 ml
V = 3,2 – 7,3 ml
V = 7,3 – 7,9 ml
V total titrasi 1 dan
titrasi 2 = 1,1 ml
V rata-rata = 0,55 ml
|
2.
Perhitungan
-
Pembuatan Larutan Baku KIO3 0,1N
Massa
KIO3 = 0,36 gr
BM
KIO3 = 214,0064 gr/mol
V
pengenceran = 0,1 L
N
KIO3 = ………..?
N
KIO3= 0,1009 N
- Pembakuan Larutan Baku Na2S2O3
dengan Larutan Baku KIO3 0,1N
N
KIO3 = 0,1009 N
V
KIO3 = 25 mL
V
Na2S2O3 = 0,4 mL
N
Na2S2O3 = ……..?
N
Na2S2O3 = 6,25N
- Penentuan Kadar Cu2+
dalam CuSO4.5H2O
V
Na2S2O3 = 0,55 mL
N
Na2S2O3 = 6,25 N
Massa
sampel = 1 gr
%
Cu2+ dalam sampel = ……?
2
S2O32- + I2 S4O62-
+ 2I-
2
mgrek S2O32- = mgrek I2
2
(V x N) S2O32- = mol I2 x e I2
mol
I2 = 2
=
2
= 0,0034375 mol
Reaksi
:
2
Cu2++ 4 I- 2 CuI- + I2
mol
Cu2+ = 2 mol I2
=
2 x 3,4375 x 10-3 mol
=
6,8 x 10-3 mol
massa
Cu2+ = mol Cu2+ x
BA Cu2+
=
6,8 x 10-3 mol x 63,546 mol
=
0,4321 gr
%
Cu dalam sampel = 43,21 %
BAB IV
PEMBAHASAN
Garam KIO3
mampu mengoksidasi iodida menjadi iod secara kuantitatif dalam larutan
asam. Oleh karena itu digunakan sebagai
larutan standar dalam proses titrasi Iodometri ini. Selain itu juga karena sifat Iod itu sendiri
yang mudah teroksidasi oleh oksigen dalam lingkungan sehingga iodida mudah
terlepas.Reaksi ini sangat kuat dan hanya membutuhkan sedikit sekali kelebihan
ion hidrogen untuk melengkapi reaksinya.Namun kekurangan utama dari garam ini
sebagai standar primer adalah bahwa bobot ekivalennya yang rendah. Larutan
standar ini sangat stabil dan menghasilkan iod bila diolah dengan asam :
IO3- + 5I- + 6H+ 3 I2 + 3H2O
Larutan KIO3 memiliki dua
kegunaan penting, pertama, adalah sebagai sumber dari sejumlah iod yang
diketahui dalam titrasi, ia harus ditambahkan kepada larutan yang mengandung
asam kuat, ia tak dapat digunakan dalam medium yang netral atau memiliki
keasaman rendah. Yang kedua, dalam
penetapan kandungan asam dari larutan secara iodometri, atau dalam standarisasi
larutan asam keras. Larutan baku KIO3
0,1 N dibuat dengan melarutkan beberapa gram massa kristal KIO3 yang
berwarna putih dengan menggunakan aquades dan mengencerkannya.
1. Pembakuan Larutan Na2S2O3 dengan
Larutan Baku KIO3
Percobaan ini menggunakan
metode titrasi iodometri yaitu titrasi tidak
langsung dimana mula-mula iodium direaksikan dengan iodida berlebih,
kemudian iodium yang terjadi dititrasi dengan natrium thiosulfat. Larutan baku yang digunakan untuk standarisasi
thiosulfat sendiri adalah KIO3 dan terjadi reaksi:
Oksidator + KII2
I2 +
2Na2S2O3 2NaI + Na2S4O6
Natrium tiosulfat dapat
dengan mudah diperoleh dalam keadaan kemurnian yang tinggi, namun selalu ada
saja sedikit ketidakpastian dari kandungan air yang tepat, karena sifat
flouresen atau melapuk-lekang dari garam itu dan karena alasan-alasan
lainnya. Karena itu, zat ini tidak
memenuhi syarat untuk dijadikan sebagai larutan baku standar primer. Natrium tiosulfat merupakan suatu zat
pereduksi, dengan persamaan reaksi sebagai berikut :
2S2O32- S4O62-
+ 2e-
Pembakuan larutan natrium
tiosulfat dapat dapat dilakukan dengan menggunakan kalium iodat, kalium kromat,
tembaga dan iod sebagai larutan standar primer, atau dengan kalium permanganat
atau serium (IV) sulfat sebagai larutan standar sekundernya. Namun pada percobaan ini senyawa yang
digunakan dalam proses pembakuan natrium tiosulfat adalah kalium iodat standar.
Larutan thiosulfat sebelum
digunakan sebagai larutan standar dalam proses iodometri ini harus distandarkan
terlebih dahulu oleh kalium iodat yang
merupakan standar primer. Larutan kalium
iodat ini ditambahkan dengan asam sulfat pekat, warna larutan menjadi bening.Dan
setelah ditambahkan dengan kalium iodida, larutan berubah menjadi coklat
kehitaman.Fungsi penambahan asam sulfat pekat dalam larutan tersebut adalah
memberikan suasana asam, sebab larutan yang terdiri dari kalium iodat dan klium
iodida berada dalam kondisi netral atau memiliki keasaman rendah. Reaksinya adalah sebagai berikut :
IO3-+ 5I- + 6H+ → 3I2 +
3H2O
Indikator yang digunakan
dalam proses standarisasi ini adalah indikator amilum 1%. Penambahan amilum yang dilakukan saat
mendekati titik akhir titrasi dimaksudkan agar amilum tidak membungkus iod
karena akan menyebabkan amilum sukar dititrasi untuk kembali ke senyawa semula.
Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini disebabkan sifat I2
yang mudah menuap. Pada titik akhir titrasi iod yang terikat juga hilang
bereaksi dengan titran sehingga warna biru mendadak hilang dan perubahannya
sangat jelas.Penggunaan indikator ini untuk memperjelas perubahan warna larutan
yang terjadi pada saat titik akhir titrasi.Sensitivitas warnanya tergantung
pada pelarut yang digunakan.Kompleks iodium-amilum memiliki kelarutan yang
kecil dalam air, sehingga umumnya ditambahkan pada titik akhir titrasi. Jika larutan iodium dalam KI pada suasana
netral dititrasi dengan natrium thiosulfat, maka :
I3- + 2S2O32- 3I- + S4O62-
S2O32- + I3- S2O3I- + 2I-
2S2O3I-+ I- S4O62- + I3-
S2O3I-+ S2O32- S4O62- + I-
Dari hasil perhitungan diketahui
besarnya konsentrasi natrium thiosulfat yang digunakan sebagai larutan baku
standar sebesar 6,25 N.
2.
Penentuan Kadar Cu2+ dengan Larutan Baku Na2S2O3
Pada penentuan kadar Cu
dengan larutan baku Na2S2O3 akan terjadi beberapa perubahan warna larutan
sebelum titik akhir titrasi. Tembaga
murni dapat digunakan sebagai standar primer untuk natrium thiosulfat dan
direkomendasikan jika thiosulfat harus digunakan untuk menetapkan tembaga. Potensial standar pasangan Cu(II) – Cu(I)
adalah +0,15 V dan karena itu iod merupakan pengoksidasi yang lebih baik dari
pada ion Cu(II). Tetapi bila ion iodida
ditambahkan ke dalam larutan Cu(II) akan terbentuk endapan Cu(I).
2Cu2++ 4I- 2CuI(s) + I2
Penentuan kadar Cu2+ dalam
larutan dengan bantuan larutan natrium tiosulfat yang dilakukan mengencerkan 5
mL sampel garam hingga 100 mL dan mengambil 10 mL hasil pengenceran tersebut
untuk ditambahkan dengan larutan KI 10% dan menitrasi dengan larutan baku
natrium tiosulfat hingga larutan yang semula berwarna coklat tua menjadi
larutan yang berwarna kuning muda.
Kemudian larutan tersebut ditambahkan dengan 4 mL larutan amilum 1 %
menghasilkan larutan yang semula berwarna kuning muda menjadi biru tua, Penambahan
indikator amilum 1% ini dimaksudkan agar memperjelas perubahan warna yang
terjadi pada larutan tersebut. kemudian larutan tersebut dititrasi kembali
dengan larutan natrium tiosulfat hingga warna biru pada larutan tepat hilang. Untuk lebih memperjelas terjadinya reaksi
tersebut, ke dalam larutan ditambahkan amilum.
Bertemunya I2 dengan amilum ini akan menyebabakan larutan berwarna biru
kehitaman. Selanjutnya titrasi dilanjutkan
kembali hingga warna biru hilang dan menjadi putih keruh.
I2
+ amilum I2-amilum
I2-amilum +
2S2O32- 2I- +
amilum + S4O6-
Hal yang perlu
diperhatikan setelah penambahan amilum adalah adanya sifat adsorpsi pada
permukaan endapan tembaga(I) iodida. Sifat ini menyebabkan terjadinya
penyerapan iodium dan apabila iodium ini dihilangkan dengan cara titrasi, maka
titik akhir titrasi akan tercapai terlalu cepat. Oleh karena itu, sebelum titik
akhir titrasi tercapai, yaitu pada saat warna larutan yang dititrasi dengan
Na2S2O3 akan berubah dari biru menjadi bening, dilakukan penambahan kalium
tiosianat KCNS.
Penambahan KCNS menyebabkan larutan
kembali berwarna biru. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
2Cu2+ + 2I- + 2SCN-
→ 2CuSCN ↓ + I2
Endapan tembaga(I)
tiosianat yang terbentuk mempunyai kelarutan yang lebih rendah daripada
tembaga(I) iodida sehingga dapat memaksa reaksi berjalan sempurna. Selain itu,
tembaga(I) tiosianat mungkin terbentuk pada permukaan tembaga(I) iodida yang
telah mengendap. Reaksinya sebagai berikut:
CuI ↓ + SCN- → CuSCN ↓ + I-
Penambahan larutan KCNS ini
bertujuan sebagai larutan yang mengembalikan reaksi penambahan indikator amilum
dalam larutan sehingga larutan menjadi kembali biru. Reaksi yang berlangsung adalah
2Cu2+ + 4 I- 2CuI
+ I2
2S2O32-+ I2 S4O62-+ 2I-
dari hasil pengamatan dan
perhitungan, didapatkan jumlah volume titrasi larutan natrium tiosulfat yang
dibutuhkan untuk merubah larutan dari warna coklat tua menjadi kuning muda
setelah penambahan amilum maka larutan menjadi bening dan setelah penambahan
KCNS maka larutan menjadi jernih kembali. Dari hasil perhitungan diperoleh
massa tembaga pada larutan sampel sebesar 0,4321 gram dan kadar tembaga (%Cu2+)
dalam larutan sample tersebut adalah sebesar 43,21 %.
BAB V
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Berdasarkan tujuan,
perhitungan dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat ditarik
beberapa kesimpulan berikut :
Ada dua cara analisis menggunakan
senyawa iodium yaitu titrasi iodimetri atau dengan iodometri dimana iodium
terlebih dahulu dioksidasi oleh oksidator misalnya KI.
Kadar tembaga dalam garam CuSO4.5H2O
dapat ditentukan dengan cara iodometri.
Indikator yang dipakai adalah amilum
karena amilum sangat peka terhadap iodium dan
terbentuk kompleks amilum berwarna biru cerah, saat ekivalen amilum terlepas
kembali.
Massa tembaga pada larutan diketahui
sebesar 0,4321 gram dan kadar tembaga dalam larutan sebesar 43,21 %.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar